Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany
Ketahuilah segalanya itu bergerak karena digerakan Allah Azza wa-Jalla, diam karena didiamkan olehNya. Bila pandangan ini merasuk kokoh dalam diri hamba, ia akan terbebas dari beban syirik dengan makhluk, dan terbebas makhluk dari syirik. Sebab seseorang tidak akan mencela mereka, dan tidak menuntut mereka dengan sesuatu yang menyertainya. Bahwa menuntut mereka adalah sesuatu yang dituntut oleh syara’ saja.
Menuntut makhluk secara syar’i dan pengetahuan secara terpadu. Yaitu memandang Tindakan Allah ‘Azza wa-Jalla dalam diri makhluk secara akidah tidak merusak akidah. Karena Allah-lah yang memberikan kepastian, dan Dia-lah yang menuntut.
“Allah tidak dimintai tanggungjawab atas apa yang dilakukanNya, sedangkan mereka dimintai pertanggungjawaban.” (Al-Ambiya’ 23)
Inilah akidah setiap Muslim yang manunggal dan ridlo kepada Allah azza wa-Jalla, yang selaras dengan rencana dan takdir Illahi serta ciptaanNya. Dialah yang Maha Cukup (tidak butuh) pada dirimu dan tidak butuh sabarmu. Namun Allah SWT hanya memandang bagaimana anda mengamalkan dalam panggilanNya kepadamu, apakah anda membenarkan atau mendustakan.
Ia menyerahkan pilihan dirinya dan yang lain kepadaNya, tidak memiliki praduga dan aktivitas kinerjanya, begitu juga tidak tergesa-gesa hasratnya tidak pula pelit.
Hatinya berias dengan ekspresi dariNya menuju kepadaNya, hingga tak tersisa arah sedikit pun kecuali padaNya.
Wahai orang yang mengaku mencintai Allah Azza wa-Jalla cintamu tak akan sempurna hingga engkau membungkam arah dari segi hakmu, hingga tak tersisa kecuai satu arah saja, Allah Rabbul ‘Izzah.
Kekasihmu telah mengeluarkan makhluk dari hatimu mulai dari Arsy hingga bintang Tsurayya. Maka jangan mencintai dunia, jangan pula akhirat. Hingga tak ada lagi rasa gentar pada duanya, karena anda hanya bermesrajiwa denganNya, sampai dirimu seperti Majnun-Laila ketika didominasi rasa cinta luar bisa, ia keluar ia malah bersembunyi dan hidup bersama binatang-binatang. Keluar dari keramaian, mengasing dalam kesunyian. Keluar dari pujaan makhluk maupun caciannya. Lalu diam dan bicaranya hanya satu saja, benci mereka padanya hanya satu pula.
Suatu hari ia ditanya, “Siapa dirimu?”
“Laila..” jawab Majnun.
“Darimana anda berasal?”
“dari Laila…” katanya.
“Kemana anda menuju?”
“Laila…” tangkasnya.
Ia telah buta dari segalanya kecuali Laila. Ia tak pernah mendengarkan ucapan siapa pun kecuali dari Laila, ia pun tak akan peduli dengan kritik dan celaan. Betapa elok apa yang dikatakan sebagian Sufi:
Bila jiwa-jiwa saling berangkul dengan asmara
Maka pukulan besi pun terasa dingin.
Inilah hati yang kenal Allah Azza wa-Jalla, hati yang mencintaiNya, hati yang dekat denganNya, begitu gentar dirinya jika dekat dengan makhluk (takut tergoda), semesta, makan dan minumnya, pakaian dan perkawinannya, cemas dengan hangar binger dunia, lalu ia mengasingkan dirinya, tanpa ada aturan batas kecuali batas syariat, dalam hal perintah dan larangan serta tindakan. Ia hanya berselaras dengan datangnya takdir. “Ya Allah janganlah Engkau tinggalkan kami dari kekuasaan RahmatMu, hingga kami tenggelam di lautan dunia dan lautan wujud. Wahai Dzat yang menghamparkan kemurahan dan pandangan bajik yang lalu, temukanlah kami padaMu.”
Anak-anak sekalian. Siapa yang tidak mengamalkan apa yang kukatakan ini, pasti tidak akan memahami apa yang kuucapkan. Siapa yang mengamalkan, akan faham. Jika engkau tidak berbaik sangka padaku, tidak beriman dengan apa yang kuucapkan, tidak mengamalkannya, bagaimana anda faham?
Anda lapar, dan yang kau butuhkan ada padaku, sedangkan anda tidak mau makan dari makananku, bagaimana anda kenyang? Dalam suatu hadits diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Tak seorang pun yang sakit semalam saja, melainkan ia rela kepada Allah Azza wa-Jalla, sabar atas apa yang menimpanya, dosanya dikeluarkan oleh Allah sebagaimana ia baru lahir dari kandungan ibunya.” (Takhrij Al-Hindy di Kanzul Umal).
Sedangkan pada dirimu, tak ada apa-apa, dan engkau tak mendapatkan apa-apa dari hajat utamamu. Mu’adz ra berkata kepada para sahabat. “Berdirilah, engkau beriman sesaat.” Maksudnya bangkitlah dan rasakan sesaat, berdirilah dan masuklah dalam Pintu sesaat, sebagai rasa kasih saying kepada mereka. Mu’adz ra mengisyaratkan pada masalah yang rumit, yang menunjukkan pada pandangan mata Yaqin. Bahwa tidak setiap muslim itu mu’min, dan tidak setiap mu’min itu yaqin. Karena itu para sahabat lapor kepada Nabi SAW, “Mu’adz berkata kepada kami, Berdirilah, engkau beriman sesaat, bukankah kita ini beriman semua? Maka Nabi SAW, menjawab: “Biarkan saja Muadz dan perilakunya…” (Takhrij Al-Hindy).
Wahai orang yang menjadi budak nafsunya, watak dan syetannya serta dunianya. Kalian tidak berdaya di hadapan Allah dan di hadapan orang-orang saleh. Siapa yang masih menyembah akhirat, ia tidak memandangNya, bagaimana dengan penyembah dunia?
Celaka anda. Anda menfasihkan ucapan, tetapi tanpa amal tindakan. Anda ini dusta sedangkan anda merasa benar, anda bisa musyrik. Anda merasa sudah bertauhid, merasa benar, merasa dirimu adalah mutiara, padahal aktivitasku ini bersamamu dalam rangka mencegahmu dari kedustaan, dan memerintahkanmu agar jujur dan benar. Aku punya tiga pegangan yang aku ketahui dari kitab, Sunnah dan hatiku, dimana hatiku akan melihat dengan bentangan jelas dan tidak akan sampai derajat tersebut melainkan mewujudkan amaliyah atas Kitab dan Sunnah Nabi saw.
Mengamalkan ilmu adalah mahkota ilmu Mengamalkan ilmu adalah cahaya ilmu, beningnya being, saripatinya sari, lubuknya lubuk. Mengamalkan ilmu bisa membenarkan hati dan menyucikannya. Jika hati benar, fisik kita benar. Jika hati suci, suci pula aktivitas lahiriyahnya, jika ia pakai ilmu, ia akan pakai menuju syurga. Jika segumpal daging (hati) bagus, bagus seluruh dirinya. Benarnya qalbu karena benarnya rahasia hati yang berada diantara manusia dan Tuhannya Azza wa-Jalla. Rahasia hati (sirr) adalah burung, hati adalah sangkarnya. Hati adalah burung, dan tubuh adalah sangkarnya. Tubuh adalah burung dan kuburan adalah sangkarnya. Kubur adalah sangkar hati yang harus dimasuki siapapun.
No comments:
Post a Comment